Jumat, 23 September 2011

PENTINGNYA KOMPETENSI SEBAGAI UPAYA IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DALAM ERA GLOBALISASI

Oleh Moh. Darman Darwis *)


PENDAHULUAN
Bila kita mencermati lebih jauh mengenai sistem pendidikan di era global saat ini, ada kecenderungan bahwa proses pembelajaran dan pengajaran di sekolah seringkali membuat kekecewaan, manakala dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Walaupun seringkali terlintas dalam pemahaman kita bahwa banyak siswa yang mungkin mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara intensif materi tersebut. Pengertian atau pemahaman yang dimaksudkan di sini adalah pehaman siswa terhadap dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk menggunakan kognitif dalam situasi baru.
Berkaitan dengan itu, Saryono (2003) mengemukakan bahwa dua kekuatan utama yang sekarang sedang melanda dunia manusia termasuk manusia Indonesia yaitu globalisasi dan pengetahuan. Globalisasi berbasis pengetahuan itu telah menimbulkan sejumlah kecenderungan utama yang harus ditanggapi oleh setiap imdividu, masyarakat, dan bangsa – termasuk berbagai negara. Guna menanggapi dan mengelola berbagai kecenderungan utama itu, keberadaan, kedudukan, fungsi, dan peranan kompetensi demikian utama, penting, dan strategis. Karena itu, setiap individu (siswa), masyarakat, dan bangsa terlebih pemimpin di sekolah perlu memiliki atau menguasai standar minimal kompetensi – yang secara efektif diharapkan dapat digunakan untuk menanggapi dan mengelola kecenderungan utama globalisasi. Dalam rangka penguasaan standar minimal kompetensi itu, jelaslah implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) haruslah berperan dan strategis karena ikut bertanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi siswa di setiap sekolah.
Sehubungan hal tersebut, alasan mendasar dari kesulitan ini ditunjukkan oleh hasil riset yang menjelaskan bahwa konsepsi terdahu tentang sesuatu yang dimiliki siswa merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran. Siswa pada semua usia memiliki konsep tentang berbagai fenomena yang dibawanya ke dalam kelas. Selanjutnya, untuk memberikan gambaran ringkas ihwal tersebut, secara konseptual tulisan ini mencoba memaparkan ihwal (1) pentingnya kompetensi dalam mengimplementasi MPMBS, (2) implementasi pendekatan kontekstual, dan (3) tugas dan tanggung jawab pendidikan sekolah.

PENTINGNYA KOMPETENSI DALAM MENGIMPLEMENTASI MPMBS
Paparan tersebut mengimplikasikan lima hal pokok berikut. Pertama, dunia kehidupan kita sangat terbuka dan membentuk jaringan-jaringan kerja sedemikian kompleks dalam sistem dunia. Ini membuat kita tidak cukp hanya berkompetisi (bersaing), tetapi juga perlu berkooperasi dan bersinergi (bekerja sama satu sama lain). Dengan kata lain, kita dituntut untuk mampu berkompetesi atau bersaing sekaligus bersanding atau berteman. Hal ini mengharuskan kita memiliki keunggulan kompetitif sekaligus kemampuan bersanding atau bekerja sama. Konsekuensi logisnya, kompetensi-kompetensi lama abad industri perlu kita tinggalkan pada satu sisi dan pada sisi lain kompetensi-kompetensi baru abad pengetahuan perlu dikuasai. Selain itu, pola hubungan –hubungan lama menjadi usang sehingga perlu diganti dengan pola hubungan –hubungan baru. Ini semua perlu diantisipasi.
Kedua, mutu kompetensi yang berisi pengetahuan, kecakapan hidup (life skill), keyakinan dan nilai menjadi sangat penting dan utama dalam era globalisasi yang hanya salah satu kecenderungan era sekarang dan masa depan. Tanpa kompetensi tertentu yang tinggi dan memadai bagi kehidupan global niscaya seseorang akan menjadi pecundang. Jumlah dan banyaknya informasi dan materi yang dimiliki oleh seseorang tidak memadai lagi untuk dapat berkiprah dalam kehidupan global yang telah bersimbiosis atau bersinergi dengan kecenderungan lain. Informasi dan materi tidak banyak berguna kalau manusia tidak mampu menganalisis, mengolah, memaknai, memberi arti, dan memberi konteks sehingga manjadi sehimpunan pengetahuan, kecakapan, keyakinan, dan nilai. Ini menunjukkan bahwa informasi dan materi hanya bahan dasar bagi kompetensi, sedang kompetensi merupakan wujud dan hasil daya manusia “menggarap” informasi dan materi. Setiap orang dituntut memiliki daya membentuk kompetensi tersebut! Dengan daya membentuk kompetensi itulah manusia dapat eksis dengan baik dalam era globalisasi. Dalam era globalisasi ini, kita sekarang memang sudah diambang pintu besar bernama era kompetensi, dan meninggalkan rumah besar bernama era informasi.
Ketiga, kompetensi holistis, utuh dan generasi atau lintas – disipliner sangat dibutuhkan di sekolah guna meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah diberi otonomi dalam menerapkan sistem pendidikan terutama yang berorientasi pada MPMBS. Olehnya sekolah dalam era global ini dituntut untuk lebih memperhatikan kompetensi pada setiap diri anak. Berkenaan dengan itu, Robert T. Kiyosaki (dalam Saryono, 2003) menyatakan jadilah generalis kalau ingin sukses, jangan hanya jadi spesialis! Kalau dilunakkan mungkin pernyataan tersebut menjadi: jadilah orang yang berkembang minat dan keahliannya, jangan hanya “itu-itu melulu” karena dunia terus berubah dengan sangat cepat. Hal ini menuntut setiap orang untuk terus-menerus dan berkelanjutan merencanakan dan merencanakan ulang minat, karier, profesi, dan kompetensi.
Seiring paparan tersebut dan kaitannya dengan penerapan MPMBS, sedikit kita perlu menyikapi hasil penilaian terhadap Human Development Index (HDI) maupun hasil survei Third International Mathematics and Science Study –Repeat (TIMSS-R 2003) menguraikan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada diurutan 112. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (85), Thailan (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28) (Nurhadi, 2003).
Melihat hal itu bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan selama ini dilakukan belum mampu memecahkan masalah dasar pendidikan dasar di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah mendasar, konsiten, dan sistematik. Di samping itu perlu kesadaran bersama bahwa: (1) peningkatan mutu pendidikan merupakan komitmen untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, baik secara pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa, dan (2) pemerataan daya tampung pendidikan harus disertai pemerataan mutu pendidikan, sehingga mampu menjangkau seluruh masyarkat.
Untuk maksud tersebut pendidikan perlu dikembangkan pada prinsip dasarnya, yakni sebagai upaya untuk memanusiakan manusia (humanisasi); mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani dan mau menghadapi berbagai problema tanpa rasa tertekan; serta mau, mampu dan senang meningkatkan fitranya sebagai khalifah di muka bumi, sehingga termotivasi untuk memelihara diri sendiri maupun hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat dan lingkungannya. Pendidikan yang dengan sengaja direncanakan untuk membekali peserta didik dengan kecapakan hidup (life skill) yang secara integratif memadukan potensi generik dan spesifik guna memecahkan dan mengatasi problema kehidupan.

IMPLEMENTASI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
1. Mengapa Pembelajaran Kontekstual?
Ada kecenderungan dalam duina pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Balajar akan bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekarang ini pembelajaran dan pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’ kelas secara maksimal.
Ada sejumlah alasan mengapa pembelajaran kontekstual dikembangkan sekarang ini. Sejumlah alasan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
(1) Penerapan konteks budaya dalam pengembangan silabus, penyusunan buku silabus, dan buku teks akan mendorong sebagian besar siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan pendidikan.
(2) Penerapan konteks sosial dalam pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman, dan buku teks yang dapat meningkatkan kekuatan masyarakat memungkinkan banyak anggota masyarakat untuk mendiskusikan berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat.
(3) Penerapan konteks personal yang dapat meningkatkan keterampilam komunikasi, akan membantu lebih banyak siswa untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan dan masyarakat.
(4) Penerapan konteks ekonomi akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan sosial.
(5) Penerapan konteks politik dapat meningkatklan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap masyarakat (Abdurrahman & Bintoro dalam Nurhadi, 2003:4).
2. Apakah Pendekatan Kontekstual Itu?
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarkat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa (Nurhadi, 2003).
Senada dengan itu, Lee (dalam Umaedi, 2002) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Transfer yang dimaksud adalah kemampuan untuk berpikir dan berargumentasi tentang situasi baru melalui penggunaan pengetahuan awal. Ia dapat berkonotasi positif jika belajar atau pemecahan masalah ditingkatkan melalui penggunaan pengetahuan awal, dan berkonotasi negatif jika pengetahuan awal secara nyata menganggu proses belajar.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN SEKOLAH
Pendidikan sekolah, keluarga, masyarakat memiliki tugas, fungsi, dan tanggung jawab utama dalam membentuk dan menguatkan kompetensi-kompetensi tersebut. Dalam hubungan ini keberadaan, kedudukan, dan fungsi pendidikan sekolah sangat strategis dan utama dibandingkan pendidikan keluarga dan masyarakat. Ini berarti, lembaga-lembaga pendidikan sekolah bertugas dan bertanggung jawab utama dalam melaksanakan pembentukan kompetensi-kompetensi tersebut, bukan melakukan penerusan materi. Semua lembaga pendidikan sekolah seyogyanya sadar akan tugas dan tanggung jawab pembentukan kompetensi. Sudah bukan masanya lagi lembaga pendidikan sekolah hanya melakukan penerusan materi. Sekolah yang semata-mata berorientasi pada penerusan materi adalah sekolah yang ketinggalan zaman, tak mempunyai masa depan, atau konservatif, sebaliknya sekolah yang berwawasan dan berorientasi pada kompetensi adalah sekolah yang akan eksis, antisipatif, dan relevan bagi masa depan.
Konsekuensi logisnya, dalam sistem MPMBS sekarang ini diperlukan reformasi dan rekonstruksi segenap unsur atau aspek yang terkait dengan pendidikan dan pembelajaran. Untuk itu, di setiap sekolah perlu dikemas dan dikembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sesuai kebutuhan masing-masing. Kemudian KBK tersebut ditopang oleh pembelajaran berbasis kompetensi dan asesmen kompetensi. Dalam konteks inilah pemerintah Indonesia, dalam hal ini Depdiknas, sudah bertindak cukup tepat ketika memutuskan mengembangkan dan mengimplementasikan KBK. Dalam hubungan ini pendidikan (pembelajaran) sekolah memiliki tempat dan peranan strategis dan taktis untuk mengembangkan sekaligus melaksanakan KBK, pembelajaran KBK, dan asesmen kompetensi.
Dalam mengimplementasikan KBK di sekolah, hendaknya harus dipodomani beberapa prinsip umum berikut ini.
(1) Tidak harus atau tidak perlu mengubah bangun – dasar atau sistem pendidikan nasional yang sekarang berlaku. Ini mensyaratkan format dan model implementasi KBK yang lentur (flesibel) dan bervariasi.
(2) Harus mengedepankan paradigma learning for life and school to work yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Ini jelas membutuhkan suatu kajian kebutuhan-kebutuhan hidup dan kehidupan pada masa depan.
(3) Harus mengedepankan paradigma learning from the people atau kearifan masyarakat setempat yang berkenaan dengan kehidupan mereka. Ini memerlukan inventori kemampuan, kemauan, dan pengetahuan masyarakat setempat dalam mempertahankan, menjalani, dan mengembangkan hidup dan kehidupan.
(4) Harus mengutamakan paragdigma pendidikan berbasis komunitas atau pendidikan berbasis masyarakat luas ( community based learning atau broad based education). Ini menuntut dilakukannya kajian modal atau aset (alam, ekonomis, sosial, dan kultural) yang dimiliki oleh masyarakat sekaligus dilakukannya kajian apa yang diperlukan oleh masyarakat untuk dapat hidup dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
(5) Harus peka lingkungan dan kontekstual bagi kehidupan pembelajar baik kebutuhan sekarang maupun kebutuhan masa akan datang. Ini berarti diketahuinya macam-macam kebutuhan masa kini dan masa datang secara cermat dan tepat.
(6) Harus mampu memberi pilihan-pilihan alternatif kepada pembelajar agar mereka memiliki pilihan lain baik profesi maupun okupasi. Ini menuntut KBK memberikan beraneka ragam profesi dan okupasi yang terbuka untuk dipilih oleh pembelajar.
(7) Harus mampu memberi nilai tambah bagi pembelajar sehingga mampu melihat profesi dan okupasi yang mungkin mereka masuki. Ini membuat KBK harus dapat memberikan sesuatu yang lain dan sesuatu yang lebih dari yang sudah diketahui dan dikuasai oleh peserta didik.
(8) Harus mampu membuat pembelajar bersyukur pada kemudian hari, bukan menyesal kelak kemudian hari. Ini berarti bahwa KBK diorientasikan untuk dapat memenuhi kepentingan, kebutuhan, tuntutan, dan tantangan hidup dan kehidupan masa kini dan masa akan datang. Sebab itu, KBK harus antisipatif, prospektif, dan aktual.
(9) Tidak harus atau tidak boleh semata-mata bersandar pada perspektif kedaerahan dan kompetensi lokal (setempat). Perspektif nasional dan global pun perlu dipakai sandaran. Walaupun demikian, modal kedaerahan (setempat) dan kompetensi lokal memang perlu dijadikan titik tolak, acuan, dan tumpuan pengembangan program KBK.
(10) Perlu menggunakan dan mengedepankan manajemen berbasis sekolah (MBS) sehingga stakeholder sekolah dapat berpartisipasi dan terlibat secara optimal. Partisipasi dan keterlibatan pelbagai unsur stakeholder sekolah dan membuat KBK benar-benar menjadi hajat bersama dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama. Dalam rangka menggalang dan mengelola partisipasi dan keterlibatan pelbagai stakeholder tersebut, MPMBS perlu dilaksanakan secara efektif, fungsional, dan berdaya (Saryono, 2003).

PENUTUP
Sebagai upaya manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), maka berbagai kegiatan telah dan akan dilaksanakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain peningkatan manajemen dan supervisi sekolah, peningkatan tenaga kependidikan, pengembangan dan penyediaan materi instruksional, peningkatan fasilitas instruksional dan promosi/pengembangan inovasi pengajaran.
Berkaitan dengan kontekstual, dalam menerapkan pembelajaran kontekstual tersebut Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat menerbitkan dan menyebarluaskan buku agar dapat: (1) membantu guru untuk memahami dan melaksanakan pembelajaran yang dapat mengakomodasi keragaman siswa dan sesuai dengan konteks kehidupan nyata, (2) membantu guru untuk mengembangkan profesionalismenya melalui bahan bacaan dan jika dimungkinkan diikuti dengan pelatihan, dan (3) membantu guru agar mampu mengembangkan bahan ajar kontekstual sesuai dengan kondisi lingkungan siswa.
Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dalam mengimplementasi MPMBS pada era globalisasi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan sekolah, masyarakat, dan keluarga. Dalam hal ini pendidikan sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam membentuk kompetensi yang dibutuhkan. Hal ini menuntut adanya reformasi dan rekonstruksi sekolah, kurikulum, pembelajaran, dan penilaian.

DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Broad – Based Education (BBE). Jakarta: Depdiknas.

Nurhadi & Gerrad, Agus. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Saryono, Djoko. 2003. Keutamaan Kompetensi dalam Era Globalisasi dan Implikasinya Bagi Pendidikan Sekolah. Makalah disajikan dalam seminar sehari Menyonsong Penerapan KBK Bidang Studi Bahasa Indonesia, 22 Oktober 2003 di Universitas Negeri Malang.

Umaedi. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.

1 komentar: